Home
Archive for
2018
#Opini2 II "Mematikan" Hidup
Beberapa hari kemarin, tepatnya hari Senin 18 Desember 2017,
salah satu lead vocal sHinee, boyband Korea Selatan, Kim Jonghyun dikabarkan meninggal dunia karena bunuh diri. Entah apa alasan pastinya dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya,
saya tidak benar-benar tahu. Bahkan sampai seberat apakah beban yang dia sangga
sampai sang artis memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Betapa sakit dan pahit
hidupnya sampai dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
#NgomonginBuku5 II Anak Semua Bangsa
Judul: Anak Semua Bangsa
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara
Tebal: 538
Membaca buku Pramoedya Ananta Toer (Eyang Pram), membuat saya membayangkan latar di tahun sebelum 1900 sebelum ibu Kartini berjaya dengan semboyannya Habis Gelap Terbitlah Terang. Ketegangan-ketegangan, keresahan, kesusahan dan berbagai masalah yang disajikan pada buku Anak Semua Bangsa membawa kita memahami bahwa kolonial sejatinya tidaklah memberikan kebaikan pada negara jajahannya. Pribumi menjadi susah. Segala harta kekayaan dihisap bagai lintah yang tak terlihat, tetapi menghabiskan begitu banyak darah. Bahkan harga diri pribumi menjadi taruhannya. Nusantara menjadi papan catur dengan pion-pion pribumi yang lemah. Menjadi lebih pahit ketika pribumi yang merasa telah digunakan dan mendapat jabatan dari kolonial merasa menjadi manusia penuh kehormatan, mejadi segala-galanya dalam riuh kehidupan. Membuat sesama pribudi menjadi susah adalah kesukaannya, bahkan merebut harga diri sesama pribudi menjadi pekerjaan yang menjadi halal. Saling fitnah dan bunuh sesama etnis karena hasutan kolonial begitu terasa dalam setiap detail ceritanya. Kesusahan-kesusahan tokoh yang sajikan begitu amat terasa.
Banyak hal yang bisa dipetik dari membaca buku kedua Eyang Pram dari tetraloginya ini. Minke yang begitu mengagungkan pengetahuan dan Eropa menjadi paham, bahwa Eropa tidaklah negeri dengan segala kebaikan. Nyatanya pribumi, termasuk dirinya sendiri yang merupakan keturunan asli pribumi menjadi amat muram dengan kelakuan kolonial. Begitu mudahnya membuat berita benar menjadi berita burung dan menghilang. Menghasut sesama orang begitu mudahnya. Nyawa begitu murah diperjualbelikan demi pengakuan, jabatan dan kekayaan. Gambaran tokoh Minke menggambarkan betapa negara Eropa hanya berkembang pesat pada ilmu pengetahuan dan teknologinya semata. Moralitas dan religius bahkan tidak berkembang sama sekali. Kebaikan-kebaikan ditutup matanya. Ilmu pengetahuan dan teknologi disebarkan di negara jajahannya hanya untuk merampas segala macam seumber daya alam termasuk segala kekuatan pribumi untuk hidup. Bahkan termasuk nyawa pribumi. Di mata Eropa, pribumi tidak ada artinya kecuali mejadi kuli-kuli untuk kejayaan bangsa Eropa. Minke sadar, bahwa dirinya dibutuhkan untuk merubah negerinya. Memperbaiki harga diri pribumi di mata dunia dan membuktikan bahwa pribumi memiliki harga diri. Memiliki kekuatan yang tak terbantahkan. Buku kedua ini, menceritakan tokoh utama, Minke, mulai mengenali sejatinya kehidupan seorang Pribumi, di tengah kemewahan kolonial Eropa di Indonesia.
============================================
Membaca buku ini memberikan pengetahuan tentang sejarah kelam pribumi pada saat kejayaan Gula Eropa di Indonesia. Mengajarkan kepada kita untuk menjadi nasionalis, mengajarkan kepada kita untuk mencintai negeri Nusantara. Menolong sesama pribumi dan antar etnis. Nusantara tidak hanya dibangun oleh pribumi semata, tetapi berbagai etnis. Bahasa lama yang masih dipertahankan dan dicetak langsung sesuai dengan yang lama, membuat benar-benar merasakan kehidupan dulu.
Kidung Rindu
Suara rintik hujan begitu menyayat
Menghunus habis setiap riwayat
Tak ada kesempatan untuk sekedar melihat
Tak ada kesempatan untuk sekedar berjabat
Senja itu begitu menikam
Menikam setiap datangnya malam
Sepi
Rindu
Membuat kepala sakit
Membuat ingatan rumit
Seperti untaian yang tak terakit
berserakan,,,
Rindu itu semakin menhujam
semakin dalam
Sehingga tak mampu lagi membendung
tak mampu lagi melihat ujung
ujung kerinduan
Merengkuh (bayang)mu
Hari-hari ini tak tahu mengapa setiap hari terasa gelisah, cemas dan takut. Selalu saja terjadi dan berulang, ketika akan beranjak tidur, setelah 2 jam kemudian tetap terjaga, entah apa yang terpikirkan. Orang tua? Pekerjaan? Pernikahan? Kematian? Kebahagiaan? Gol of life? Entahlah. Seperti gunung es di tengah laut, hanya tampak sedikit tapi kenyataannya amat sangat besar di bawah permukaan air laut. Mungkin seperti itu beban yang terpikirkan, hanya saja belum tahu apa sebenarnya beban itu. Dan yang terberat, bahkan aku tidak paham apa yang aku inginkan dengan perasaan ini.
Perasaan ini sama ketika setelah obrolan malam itu. Teringat kembali tentang kamu dan duniamu. Tidak pernah sedikitpun keduanya ingin aku tarik kembali dalam dekapan, biarlah menjadi kenangan yang kemudian akan tergantikan. Kamu tahu kenapa? Karena alam telah mengajarkanku bahwa manusia tidak sepantasnya berharap kepada manusia sesamanya, karena sakitnya tidak akan pernah hilang dan bahagianya tidak akan pernah kembali lagi. Sudah selesai begitu saja. Perpisahan yang selalu membekas itu yang tak pernah lupa, bukan karena pernah menjadi "kita", tapi karena pernah menjadi "satu hati" meskipun kita tidak pernah mengatakannya. Natural saja. Iya. Tanpa kata datang dan pergi. Begitu saja.
Sekarang, aku bahkan tak pernah memandang orang lain kembali ataupun memutuskan untuk memilih salah satunya untuk menempati sisi kosong di hati, sedikitpun tak ingin. Kamu tahu kenapa? karena pengalaman yang pernah kamu berikan membuatku sulit menaruh hati seseorang di ruang kosong itu. Biarlah tetap kosong untuk "sementara" ini. Sampai ada hati yang bisa menempatinya dengan nyaman tanpa mempedulikan seberapa hampa ruangan kosong itu karena terlalu lama tidak dihuni.
Aku tidak berhak untuk menentukan apa yang aku inginkan, ataupun yang kau inginkan. Tak berani sedikitpun untuk memikirkannya. Bukan karena aku mengabaikanmu, hanya karena benar-benar aku sangat menginginkanmu. Bahkan hanya dengan berbicara lewat dunia maya membuatku merindu. Kamu tahu, bahkan sampai detik inipun ketika ada seseorang bertanya, aku memang memilih keadaan seperti ini dulu, dengan berbagai alasan menyertainya, yang selalu berusaha berpegang teguh pada satu ranting yang sewaktu waktu ranting itu akan patah dan menjatuhkanku. Satu keyakinanku, bahkan ketika ranting itu benar-benar patah akan ada seseorang yang memegangku agar aku tak terjatuh.
Mungkin.....aku hanya takut "sendiri"
Dokumen Pribadi |
Sekarang, aku bahkan tak pernah memandang orang lain kembali ataupun memutuskan untuk memilih salah satunya untuk menempati sisi kosong di hati, sedikitpun tak ingin. Kamu tahu kenapa? karena pengalaman yang pernah kamu berikan membuatku sulit menaruh hati seseorang di ruang kosong itu. Biarlah tetap kosong untuk "sementara" ini. Sampai ada hati yang bisa menempatinya dengan nyaman tanpa mempedulikan seberapa hampa ruangan kosong itu karena terlalu lama tidak dihuni.
Aku tidak berhak untuk menentukan apa yang aku inginkan, ataupun yang kau inginkan. Tak berani sedikitpun untuk memikirkannya. Bukan karena aku mengabaikanmu, hanya karena benar-benar aku sangat menginginkanmu. Bahkan hanya dengan berbicara lewat dunia maya membuatku merindu. Kamu tahu, bahkan sampai detik inipun ketika ada seseorang bertanya, aku memang memilih keadaan seperti ini dulu, dengan berbagai alasan menyertainya, yang selalu berusaha berpegang teguh pada satu ranting yang sewaktu waktu ranting itu akan patah dan menjatuhkanku. Satu keyakinanku, bahkan ketika ranting itu benar-benar patah akan ada seseorang yang memegangku agar aku tak terjatuh.
Mungkin.....aku hanya takut "sendiri"
Langganan:
Postingan
(
Atom
)